Wednesday, August 15, 2012

MAGELANG

MENGENAL KOTA MAGELANG, sangat akrab sekali dengan sosok atau tokoh terhormat seorang pahlawan, yaitu Pangeran Diponegoro. Yaitu seorang Tokoh yang sangat disegani diwilayah Magelang Hingga di abdikanlah Tokoh tersebut, dengan dibuatnya patung yang berdiri kokoh dialun - alun Kota Magelang, yaitu Sang Pangeran Diponegoro sedang menunggang Kuda. Mengenai Sejarah Pangeran Diponegoro, banyak hal - hal yang diteladani. Berikut sedikit Biografi tentang Pangeran Diponegoro.
Tahukah kamu bahwa pangerang Diponegoro adalah seorang pramuka teladan ? Simak kisah berikut.

Pangeran Diponegoro adalah salah seorang pahlawan nasional yang lahir di Yogyakarta, 11 November 1785, meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun. Ia putra tertua dari Sultan Hamengkubuwono III (1811 – 1814). Ibunya, Raden Ayu Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan.
Pangeran Diponegoro memiliki visi nasional, dan idealis kebangsaan dan kernegaraan, telah berjuang melawan Belanda, dia keturunan ningrat atau bangsawan Jawa yang namanya sangat harum baik dikalangan masyarakat jawa maupun di masyarakat nusantara, dia terkenal sebagai pembela rakyat kecil dari penindasan maka perjuangannya mendapat dukungan dari seluruh penduduk khususnya di pulau Jawa.
Seluruh sepak terjang dan kiprah perjuangan Pangeran Diponegoro dalam perjuangan kemerdekaan, sepatutnyalah diakui dengan sekumpulan gelar, yakni : Penjaga Martabat Kraton; Penyelamat dan Pelestari Kraton; Ratu Adil; Pencetus Perang Jawa; Pangeran Atas Angin; Ekstrimis Inlander yang luar biasa; Pengobar Semagat Kebangsaan; Pejuang yang Jujur, Stabil dan Tangguh.
Penjaga Martabat Kraton
Suasana di dalam kraton yang penuh intrik menyebabkan kehidupan kekeluargaan menjadi kurang nyaman, terdapat kemerosotan moral akibat penetrasi budaya dari pengaruh kekuasaan Belanda, bahkan Belanda mencoba mengatur urusan-urusan dalam kraton dan perencanaan raja mendatang, maka keadaan menjadi tidak kondusif untuk pendidikan dan pembentukan akhlak mulia. Banyak para pangeran yang lebih suka hidup bermewah-mewah dan berpesta-pora, berdansa-dansi hingga larut malam, terpengaruh oleh budaya barat. Sejauh ini Belanda berhasil melemahkan kewibawaan dan kekuatan raja. Nama baik kraton menjadi diujung tanduk kehancuran, terjadi penurunan kepercayaan, martabat dan kewibawaan kraton di masyarakat luas.
Hati Pangeran Diponegoro tidak bisa menerima semua ini, terutama ketika melihat campur tangan Belanda yang semakin besar dalam persoalan kerajaan Yogyakarta. Pangeran Diponegoro sangat tidak setuju dengan adanya sistim perwalian dalam pemerintahan sehari-hari di kraton yang terdapat campur tangan Residen Belanda yang bisa mengatur raja, mengatur kehidupan kraton dan mengatur kehidupan semua penduduk pribumi dengan berbagai peraturan tata tertib yang dibuat oleh Pemerintah Belanda. Dia ingin merubah suasana yang semakin memburuk ini dan bertekad untuk mengembalikan martabat kraton.
Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Pangeran Diponegoro, ialah :


  1. Berusaha menyingkirkan siapa saja di Kraton yang telah dipengaruhi oleh Belanda — Seperti Patih Danuredjo penyelenggara pemerintahan kerajaan yang tunduk pada tuntutan dan perintah Belanda – serta Pangeran Diponegoro adalah orang pertama yang berani mengecam dan menentang secara terang-terangan segala peraturan tindakan Kraton yang merugikan rakyat, tentu saja usahanya tidak berhasil malah dia dianggap memberontak terhadap kraton, maka kraton memusuhi dan memerangi Pangeran Diponegoro. Tidaklah mengherankan jika sebagian orang berpendapat bahwa Perang Diponegoro bersumber dari masalah konflik para ningrat di Kraton Yogyakarta.
  2. Berusaha merampas kembali tanah milik kraton yang telah dikuasai oleh Belanda, usaha inipun mengalami kegagalan karena para pangeran yang diuntungkan dengan sistim sewa, telah hidup dalam kemewahan dan bermegah-megah, takut kehilangan penghasilannya yang besar, maka mereka semua memusuhi Pangeran Diponegoro.
  3. Berusaha menyatukan seluruh rakyat pribumi dalam semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati“; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati. Usaha ini berhasil karena disertai dengan memelopori, mencontohi dan memberikan komando yang jelas kepada semua rakyat khususnya di Pulau Jawa.
  4. Berusaha menetapkan tujuan perang, yakni menghilangkan pengaruh buruk Belanda di kraton, membebaskan rakyat dari penjajahan, bukan bertempur dengan kraton, bukan memusuhi penduduk pribumi dan bukan memerangi sesama warga. Pencapaian tujuan perang ini berhasil, karena Pangeran Diponegoro selalu mengawasi setiap kegiatan perang dan semua pasukannya mentaati tujuan perang yang telah ditetapkan tersebut. Maka tidaklah mengherankan jika perjuangan Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari semua penduduk. Maka terjadilah pertempuran yang sangat sengit di mana-mana, terjadi perang sangat besar yang tidak diduga sebelumnya, maka pihak kraton dan Belanda merasa kewalahan, dan berusaha untuk memadamkan perang ini, pertama-tama mengutus Pangeran Mangkubumi — keluarga kraton yang masih dihormati oleh Pangeran Diponegoro – tetapi Pangeran Mangkubumi justru berbalik, malah bersepakat dan membantu perjuangan Pangeran Diponegoro. Pihak kraton dan Belanda merasa sangat terpukul atas kegagalan ini.

    Penyelamat dan Pelestari Kraton Yogyakarta
Hubungan kraton dengan masyarakat luas terutama umat islam mengalami ketidakharmonisan, terutama pasca pembunuhan massal ulama dan santri oleh Sunan Amangkurat I tahun 1647, Sultan Hamengkubuwono I telah banyak merintis kerjasama kraton dengan umat islam antara lain dengan upacara grebeg, sekaten dan lainnya, tetapi Pangeran Diponegoro yang memiliki pemahaman luas tentang agama islam, berhasil mendekati para ulama dan kyai serta berhasil menghilangkan permusuhan dari umat islam, dan berhasil menyatukan kembali dua kubu yang kurang harmonis tersebut, maka peran Pangeran Diponegoro telah menciptakan hubungan kraton dengan masyarakat islam semakin akrab, semakin harmonis, semakin kuat dan semakin saling mendukung. Haruslah diakui bahwa Pangeran Diponegoro yang memiliki jiwa kebangsaan dan jiwa kepemimpinan merupakan salah seorang penyelamat kraton dari kehancuran, dan pelestari keberadaan kraton, khususnya kraton Yogyakarta.
Ratu Adil
Sultan Hamengkubuwono I adalah seorang raja yang bijaksana, adil, sangat bertanggung jawab terhadap rakyatnya, dan sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya, serta turun tangan langsung dalam menangani pendidikan semua anak-anaknya secara ketat dan disiplin. Walaupun hanya dalam waktu singkat pernah mendidik Raden Mas Ontowiryo (nama Pangeran Diponegoro yang pada masa kecil) sebagai seorang yang berpengalaman maka dia melihat berbagai kelebihan pada diri Pangeran Diponegoro antara lain, teguh pada cita-citanya, cepat memahami dan menyesuaikan diri dengan tatakrama kraton serta menunjukkan simpatinya dan empatinya terhadap siapa saja yang sedang mengalami penderitaan. Sultan Hamengkubuwono I meramalkan bahwa dia kelak akan menjadi pahlawan yang kharismatik dan pemimpin yang besar.
Hasil didikan Sultan Hamengkubuwono I terbukti, dengan sikap Pangeran Diponegoro yang sangat tegas menolak bekerjasama dengan orang asing yang ingin menjajah bangsanya serta dia dengan tegas menyatakan bahwa dia ingin bangsanya tertata dalam suatu masyarakat yang adil, maka Pangeran Diponegoro mendapat gelar sebagai “Ratu Adil”. Dan ramalan Sultan Hamengkubuwono I terbukti bahwa Pangeran Diponegoro telah menjadi pahlawan besar yang telah berjuang berdasarkan idealisme kebangsaan dan kenegaraan secara nyata. – Akan tetapi sekarang banyak orang yang tidak memahami pengertian tentang “Ratu Adil”, karena pengertian Ratu Adil telah dikaburkan dan hanya dijadikan komoditas propaganda politik pada tahun 1953-1955 oleh 50 partai politik di Indonesia tanpa ada bukti nyata sedikitpun, yang ada hanya perpecahan di antara partai politik dan perebutan kekuasaan. (Rumusan berbangsa dan bernegara menjadi semakin jelas, ketika berkumpul dan berdiskusi para pelajar dari berbagai suku bangsa di gedung Stovia Jakarta pada awal tahun 1920, yang selanjutnya melahirkan Sumpah Pemuda)
Pencetus Perang Jawa
Pada tanggal 20 Juni 1825, Belanda berinisiatif melakukan penyerangan lebih dahulu ke desa Tegalrejo, sebabnya karena patok-patok jalan dicabuti oleh penduduk Tegalrejo ini, Pangeran Diponegoro beserta penduduk terpaksa mundur, karena belum siap untuk berperang, karena diperangi lebih dahulu maka Pangeran Diponegoro melawan dengan mulai membangun pertahanan di Selarong. (jelaslah, bahwa Pangeran Diponegoro bukan memberontak lebih dahulu, dan bukan agressor yang menyerang lebih dahulu, tapi dipaksa untuk berperang atau diperangi terlebih dahulu)
Mula-mula Pangeran Diponegoro berjuang sendiri di luar lingkungan kraton, karena pihak kraton memusuhinya. Ketika tiba-tiba terjadi perang yang dahsyat tentu kraton terkejut dan mempelajari tujuan perang Pangeran Diponegoro, (pihak kraton mengetahui bahwa tujuan perang Pangeran Diponegoro bukan memperebutkan harta atau tahta) akhirnya banyak pangeran yang mendukungnya, terutama para pembesar dan pegawai yang dipecat oleh Sultan Hamengkubuwono II ditambah 15 pangeran pada pemerintahan Sultan Hamengkubuwono V serta para pangeran yang tidak didaftar atau telah dikeluarkan dari daftar silsilah kraton, maka pasukan Pangeran Diponegoro secara kualitas bertambah kuat.
Walaupun Belanda menggunakan taktik perang modern, dan Pangeran Diponegoro melaksanakan perang tradisional, tetapi Belanda selalu mengalami kesulitan untuk menghancurkan pasukan Pangeran Diponegoro, bahkan jumlah pasukan Pangeran Diponegoro selalu bertambah dari waktu ke waktu, sehingga Belada semakin keteter dan beberapa kali dilakukan gencetan senjata, terutama pada musim-musim penghujan karena pasukan arteleri Belanda tidak dapat bergerak akibat tanah berlumpur.
Pangeran Diponegoro pada setiap kesempatan selalu menyebarkan pemikiran yang bernuansa kebangsaan dan kenegaraan, beliau dikenal sebagai ratu adil, pemikirannya menarik perhatian semua orang, bahkan mendapat simpati dan dukungan besar semua rakyat, karena akan membebaskan mereka dari penjajahan. Inilah penyebab Perang Diponegoro menjadi perang yang dahsyat, lebih dari 200.000 orang jawa yang meninggal dalam perang ini, lebih dari separuh penduduk Yogyakarta meninggal, sebagian besar mereka yang meninggal adalah para pendukung yang tidak terlibat langsung dalam pasukan Pangeran Diponegoro.
Perang ini semakin meluas ke seluruh desa di Pulau Jawa maka perang ini dikenal juga sebagai perang jawa, dan Pangeran Diponegoro dikenal sebagai “Pencetus perang jawa”. Kemenangan semakin berpihak pada pasukan Pangeran Diponegoro yang telah membuat keuangan pemerintah kolonial Belanda menuju kebangkrutan/kepailitan, dengan korban di pihak Belanda lebih kurang 15.000 tentara Belanda meninggal, dan termasuk 8.000 orang Eropa meninggal.
Pangeran Atas Angin
Serangan pasukan Pangeran Diponegoro terhadap mess-mess tentara Belanda selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, dan tentara khusus Belanda “Marsose” tidak pernah berhasil mengejar pasukan Pangeran Diponegoro. Ketika pasukan Pangeran Diponegoro melewati daerah berlumpur dan berpasir, maka jejak pasukannya dan jejak kudanya hilang, tetapi ketika melewati daerah berumput menjadi bertambah dan menyebar ke segala arah, semua ini membuat pasukan marsose stress berat.
Kiranya, jejak- jejak pasukan Pangeran Diponegoro yang hilang jika melewati daerah berpasir oleh penduduk selalu menyapunya, kalau daerah berlumpur setelah disapu/diratakan lalu disiram air, dan di daerah berumput telah banyak penduduk yang telah berkumpul dan siap dengan kuda-kuda mereka, lalu mengacaukan jejak pasukan Pangeran Diponegoro. Maka Pangeran Diponegoro mendapat gelar “Pangeran Atas Angin”. Sebagian besar penduduk Pulau Jawa memitoskannya, bahwa Pangeran Diponegoro bukan manusia biasa tapi manusia setengah dewa, karena setiap kuda yang ditungganginya dapat berjalan di atas angin.
Mitos masyarakat jawa, bahwa Pangeran Atas Angin dapat menyerang dengan sangat cepat dan tiba-tiba, terdengar oleh pihak Belanda, mitos ini secara langsung telah menurunkan mental dan moral tentara Belanda yang menjadi semakin ketakutan, karena walaupun telah dilaksanakan sistim benteng stelsel, pasukan Pangeran Diponegoro dalam sehari selalu dapat menyerang beberapa tempat secara berpindah-pindah.
Ekstrimis Inlander yang luar biasa
Pihak Belanda melakukan diskriminasi terhadap semua orang menjadi tiga kasta: Kasta Atas adalah orang-orang Belanda dan keturunan Belanda yang dapat melenggang dengan penuh kesombongan, Kasta Menengah adalah orang-orang selain Belanda dan selain penduduk pribumi, Kasta Bawah adalah penduduk pribumi yang disebut Inlander. Dan setiap orang yang mencoba melawan atau memberontak terhadap Belanda disebut Ekstrimis.
Belanda menjadi tercengang dan sangat heran, mengapa penduduk desa Tegalrejo yang umumnya berpendidikan rendah (SD/SR saja banyak yang tidak tamat atau banyak yang tidak sekolah) sanggup melaksanakan melaksanakan perang sedemikian hebat terhadap Belanda, bahkan perang semakin meluas, ini semua pasti ada orang yang luar biasa yang menggerakkannya. Akhirnya Belanda mengetahui bahwa komandan perangnya adalah Pangeran Diponegoro, maka Pangeran Diponegoro mendapat gelar Ekstrimis Inlander yang luar biasa.
Pengobar Semagat Kebangsaan
Belanda menjadi sangat heran dan mencari sebab, mengapa seorang penduduk desa tertinggal seperti desa Tegalrejo ini bisa melahirkan seorang Eksrimis yang luar biasa? Padahal di Desa Tegalrejo tidak terdapat sekolah modern atau sekolah yang bermutu, yang ada hanya sebuah pesantren tradisional atau pesantren rombeng yang kumuh, yang hanya mengajarkan agama.
Pangeran Diponegoro dari semasa kecilnya sangat tekun mempelajari agama islam dari kyai manapun dan senang berdiskusi masalah agama dengan siapapun, sehingga pemahamannya tentang agama bukan berdasarkan fanatisme kaku dan bukan berdasarkan taqlid buta dan dia selalu memiliki hujjah yang sangat kuat dalam mematahkan setiap pendapat yang keliru mengenai agama, maka tidaklah heran jika perjuangannya mendapat dukungan yang nyata dari semua kyai dan tokoh agama di pulau Jawa, hanya mobilitas bantuan terkendala oleh jarak dan medan yang sulit. (sebenarnya lebih 108 kyai, 15 Syeikh, dan 12 penghulu yang mendukungnya, maka dapat dikatakan seluruh kyai mendukungnya)
Jiwa Pangeran Diponegoro yang dibimbing oleh agama, membuat kehidupannya lebih berorientasi pada kepentingan ukhrowi, oleh karena itu dia berani meninggalkan kemewahan hidup di lingkungan kraton, meninggalkan kenikmatan duniawi, menolak tahta yang ditawarkan kepadanya. Maka perjuangannya bukanlah bermotif keserakahan harta atau tahta. Pangeran Diponegoro sendiri menolak gelar putra mahkota dari Sultan Hamengkubuwono III dan merelakan adiknya R.M Ambyah untuk menggantikannya. Pangeran Diponegoro pernah berkata : “Rakhmanudin dan kau Akhmad, jadilah saksi saya, kalau-kalau saya lupa, ingatkan padaku, bahwa saya bertekad tak mau dijadikan putra mahkota, walaupun seterusnya akan diangkat jadi raja, seperti ayah atau nenenda.” (Pangeran Diponegoro adalah sosok pahlawan yang berani meninggalkan tahta, dan menolak untuk menjadi orang yang berkuasa; tetapi mengapa orang lain justru saling berebut untuk menjadi orang yang berkuasa?)
Sebagian orang menduga, bahwa filosofi perjuangan Pangeran Diponegoro berdasarkan semangat jihad fi sabilillah, kiranya kurang tepat dan perlu dikaji kembali, sebab :
Pertama : Pemahaman Pangeran Diponegoro mengenai agama islam, bukanlah karena pemahaman agama yang sempit dan keterlaluan, (sebagaimana yang sering dipropagandakan oleh pihak Belanda) tapi dia memang memiliki pandangan yang sangat luas tentang agama, pemahamannya tidak fanatisme kaku dan tidak taklid buta, maka dia tidak akan sembarangan menetapkan sesuatu, didukung oleh penyataan dirinya sebagai “Ratu Adil” dan pandangan-pandangannya mengenai suatu masyarakat nusantara yang adil.
Kedua : Para pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro tidak hanya masyarakat islam, tetapi juga masyarakat selain islam seperti masyarakat yang beragama Kristen, Hindu, Budha, Kongfutsu dan beragama lainnya, semuanya mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro. Hal ini akhirnya diketahui oleh pihak Belanda, maka timbuk kekhatiran di pihak Belanda, jika idealisme kebangsaan dan kenegaraan ini tersebarluas di masyarakat Nusantara, yang akan berakibat semuanya memberontak melawan Belanda. (Contohnya : kelompok masyarakat Tionghoa di Jawa Tengah yang disebut Cina Jawa terbagi dua, ada sebagian yang mendukung Belanda karena diperlakukan lebih istimewa dari penduduk pribumi sebagai kasta menengah, dan ada sebagian yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, baik yang beragama Kongfutsu maupun Kristen – semoga masalah rasial tidak ada lagi di Indonesia)
Pejuang yang Jujur, Stabil dan Tangguh
Pribadi Pangeran Diponegoro terkenal sebagai seorang yang jujur, bermental stabil dan tangguh, dari kecilnya sampai akhir hayatnya tidak pernah berubah dalam suasana apapun, selalu sederhana, sopan, rendah hati, santun, peduli terhadap orang kecil, belas kasih kepada kaum miskin, cerdas sekaligus berani dan berakhlak mulia. Pribadinya sangat tanguh mempunyai tujuan dan cita-cita yang jelas, tidak terpengaruh oleh berbagai rayuan, isu, propaganda, bujukan dan propokasi apapun, sampai akhir hayat Belanda tidak pernah berhasil mengajaknya untuk berpihak kepada Belanda.
Pangeran Diponegoro sehari-hari berpakaian wulung sebagaimana layaknya masyarakat jawa, dan ketika bercampurgaul dengan masyarakat umum sulit membedakannya, walaupun tidak pernah mengaku keturunan bangsawan ketika bergaul dengan masyarakat dan petani di masa kecilnya sampai dewasa, akhirnya masyarkat luas mengetahuinya bahwa dia adalah seorang Pangeran dari kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tapi ketika memimpin perang penampilannya berubah, dia mengenakan pakaian jubah dan bersorban, ketika memberikan komando terpancar wibawanya yang sangat kuat.
Kepribadian, sikap, penampilan, gaya bicara dan semua tingkah laku Pangeran Diponegoro selalu tetap, stabil dn tidak pernah berubah, menunjukkan bahwa dia benar-benar seorang pejuang yang konsekwen dan sangat teguh. (Pangeran Diponegoro berbeda dengan kebanyakan orang yang berubah-ubah : ketika masih miskin atau tidak dikenal sebagai ningrat, atau hanya rakyat biasa, sikap dan tingkah lakunya rendah hati, jujur dan lugu; akan tetapi ketika sudah menjadi kaya, atau dikenal sebagai ningrat atau jadi pejabat, sikap dan tingkah lakunya sombong, angkuh, arogan dan selalu mau menang sendiri)
Di pihak Belanda, Jenderal Markus De Kock menjadi sangat khawatir, jika perang ini terus berlangsung, maka tentara Belanda akan habis dalam waktu singkat, Belanda akan kalah total dan terusir dari tanah jajahannya. Dia berusaha dengan segala daya upaya untuk memadamkan perang ini, antara lain :

  1. Mengerahkan seluruh kaki tangannya dan para begundalnya, untuk membujuk para pemuka masyarakat agar tidak melawan pemerintahan Belanda disertai menyebarkan isu yang menjelek-jelekan nama baik Pangeran Diponegoro.
  2. Membuat sayembara dan menyebarkan pengumuman ke seluruh desa bahwa : ”Barang siapa yang bisa menangkap Pangeran Diponegoro akan diberi hadiah 50.000 gulden.”
  3. Melaksanakan tipu daya licik dengan cara rekayasa perundingan. Setelah beberapa kali diadakan gencetan senjata, dan pada pertempuran terakhir, lebih dari lebih 23 000 orang tentara Belanda tidak dapat mengalahkan pasukan Pangeran Diponegoro, maka Belanda mengumumkan kalah perang dan menawarkan perundingan. Pangeran Diponegoro yang hatinya bersih, jujur, lugu, tidak curiga terhadap tipu daya licik ini, dan ketika itu tidak ada saran dan nasehat dari golongan tua karena banyak yang sudah ditangkap oleh Belanda, maka Pangeran Diponegoro menyetujui perundingan tersebut. Dilaksanakan pertemuan dengan Kolonel Cleerens di daerah Purworejo pada tanggal 16 Februari 1830, Kolonel Cleerens mengulur waktu dengan alasan menunggu Jenderal De Kock, tapi sebenarnya dia sedang menyusun penyerangan untuk menangkap Pangeran Diponegoro.Pada tanggal 28 Maret 1830 Pangeran Diponegoro bertemu Jenderal Markus De Kock di Magelang, maka pada saat itu dilaksanakan penyegapan, Pangeran Diponegoro diasingkan ke Gedung Museum Fatahillah di Jakarta, lalu ke Benteng Amsterdam di Manado, dan terakhir ke Benteng Rotterdam di Makassar. Sampai akhir hayatnya 8 Januari 1855 dan dimakamkan di kampung jawa di Makassar. Dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro, maka tidak ada lagi yang memimpin perang dalam skala besar tersebut. Berakhirlah perang diponegoro.
Kesimpulan
Para pahlawan nasional lainnya, banyak yang memiliki visi nasional dan idealis kebangsaan dan kernegaraan, maka perjuangannya dan semua gelarnya, kiranya perlu kita pelajari untuk menghayati nilai-nilai perjuangan dalam menyongsong hari depan yang lebih cerah.
Penutup
Kiranya perjuangan Pangeran Diponegoro dapat dijadikan bahan renungan dan bahan introspeksi bagi kita semua, dan jika tulisan ini terdapat ketidaksempurnaan, mohon saran dan kritik untuk melengkapi dan menyempurnakannya. Dan dengan berbagai perjuangan ini pula Diponegoro menunjukkan teladan yang baik bagi semua pramuka tentang arti kehidupan dan petualangan. Layaklah pangeran Diponegoro mendapat penghormatan sebagai 'Pramuka Teladan'

0 comments: