Tuesday, September 7, 2010

TIP BERBURU MENANGKAP PELUANG

BAGI kebanyakan orang, istilah “Menangkap Peluang” mungkin terlalu klise. Namun hal itu selalu diulang-ulang oleh para motivator dan menjadi bahan perdebatan yang tiada habisnya di dunia kewirausahaan.

Apa sebabnya?

Karena teorinya memang gampang, tapi prakteknya bisa nol besar. Sekolah tidak pernah mengajarkan hal-hal seperti ini. Kita mungkin hanya bisa mendapatkan pelajaran ini dari pengalaman atau dari para praktisi yang telah sukses di bidangnya.

Kenalan saya seorang insinyur, hidup makmur dari tahi ayam. Kakak kelas saya seorang sarjana hukum, jadi juragan bakso dengan penghasilan minimal Rp 1,8 juta/hari. Rekan satu angkatan saya seorang sarjana hukum sukses menjadi sales mobil dan sekarang sudah mampu membeli rumah gaya mediteranian dari hasil kerja kerasnya. Saya angkat topi kepada mereka, tidak saja karena kejeliannya menangkap peluang, namun juga karena keberaniannya melawan arus. Saat teman-temannya masih bersantai menikmati masa kuliah dan kelulusannya, mereka telah berjibaku mengadu nasib mencari sesuap nasi dengan berbagai cemoohan dan pandangan sebelah mata pada awalnya.

Peluang bisa diciptakan, tapi bisa juga sudah disediakan oleh alam.

Tahi ayam termasuk peluang yang disediakan oleh alam. Tinggal bagaimana caranya kita mengelola menjadi bahan-bahan yang berguna, misalnya pupuk.

Bakso adalah peluang yang diciptakan. Makanan ini bisa laku di mana saja, asalkan ada resep yang mampu mewakili cita rasa tertentu dan pemilihan tempat berjualan yang strategis.

Sales adalah peluang wirausaha yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan besar bagi para fresh graduate atau orang-orang yang memiliki jiwa entrepreneurship atau intrapreneurship namun belum atau tidak mampu mendirikan perusahaan sendiri.

Sikap yang positif, tidak kenal menyerah dan memiliki prinsip serta konsistensi terhadap hasil adalah kuncinya.

Menangkap peluang membutuhkan kejelian panca indera kita dan kemampuan untuk berpikir cerdas (bukan pandai!).

Banyak sekali potensi yang dapat kita olah, misalnya limbah botol air mineral bisa dijadikan barang-barang kerajinan, tanaman obat tradisional perlu sentuhan-sentuhan manajemen modern (lihat keberhasilan produsen-produsen pengolah buah pace saat ini!), tanah kosong dan tidak produktif dapat dijual dalam bentuk kapling, dsb. Bahkan batu putih Gunung Kidul yang dulunya tidak bernilai, sekarang bisa memiliki nilai lebih setelah dipahat, diukir menjadi barang-barang yang fungsional, seperti asbak, tempat lilin, patung, rilief, air mancur, dsb.

Potensi-potensi seperti itu hanya bisa menghasilkan apabila diolah dengan kreativitas dan inovasi daya pikir kita.

Potensi lain yang mudah dikenali adalah potensi diri.

Kita masing-masing memiliki keahlian khusus yang bisa dimanfaatkan untuk menyambung hidup. Rekan saya memiliki keahlian membuat jamu, tapi ia kurang modal. Akhirnya ia bikin sampel, pinjam uang untuk mempatenkan temuannya dan bekerja sama dengan pabrik jamu besar untuk memproduksinya. Ia tinggal menerima royalti saja. Saya hobi menulis sejak kecil, ide-ide banyak, tapi tidak semuanya bisa saya realisasikan. Akhirnya saya bikin kolom ini, ide-ide saya bisa dimanfaatkan bagi yang membutuhkan, saya mendapat honor untuk menambah uang beli kertas.

Nah, bagaimana dengan Anda?

Coba kenalilah potensi diri yang Anda punya.Gunakanlah untuk menangkap dan mengembangkan peluang yang tersedia di sekitar kita. Syaratnya cuma dua: Tekun dan Sabarlah terhadap proses! Jangan suka berpikiran instan.

Selamat Berjuang!

Ref: *) Suryono Ekotama, SH, Management & Legal Advisor Ekatama Consultant, Direktur US Art Export & Trading Co, Mahasiswa Pascasarjana UGM.

0 comments: